Minggu, 27 Desember 2015

AUDIT OPERASIONAL

Pengertian Audit Operasional

Ada beberapa pengertian mengenai audit operasional menurut para ahli. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2008), “Audit operasional merupakan audit atas operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen untuk menilai ekonomi, efisiensi, dan efektifitas dari setiap dan seluruh operasi, terbatas hanya pada keinginan manajemen”. Menurut Bayangkara I.B.K (2013:2) adalah sebagai berikut :
“Rancangan secara sistemastis untuk mengaudit aktivitas-aktivitas, program-program, yang diselenggarakan, atau sebagian dari entitas yang bias diaudit untuk menilai dan melaporkan apakah sumber daya dan dana telah digunakan secara efisien, serta apakah tujuan dari program dan aktivitas yang telah direncanakan dapat tercapai dan tidak melanggar ketentuan aturan dan kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan.

Menurut Tunggal (2000:10), “pemeriksaan operasional merupakan suatu penilaian dari organisasi manajerial dan efisiensi dari suatu perasahaan, departemen, atau setiap entitas dan sub entitas yang dapat di audit”. Sedangkan General Accounting Office (GAO) di Amerika Serikat mendefinisikan pemeriksaan operasional sebagai auditing yang menentukan : 1) Apakah entitas mengelola dan menggunakan sumber dayanya (seperti personil,kekayaan, ruangan) secara ekonomis dan efisien 2) Penyebab dari ketidakefektivan atau praktik yang tidak ekonomis, dan 3) Apakah entitas telah menaati hukum dan peraturan yang berhubungan dengan masalah ekonomis dan efisiensi.

Menurut Guy dkk. (2003:419) : Audit operasional merupakan penelaahan atas prosedur dan metode operasi entitas untuk menentukan tingkat efisiensi dan efektivitasnya. Pada kesimpulan tentang audit operasional, rekomendasi yang umumnya diberikan adalah memperbaiki prosedur. Audit operasional kadang-kadang disebut sebagai audit kinerja, audit manajemen, atau audit komprehensif. Secara international, istilah yang sering digunakan untuk audit operasional adalah audit nilai uang (value- for- money auditing)

Di samping itu, dalam bukunya, Boynton, Johnson, & Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe, P.A., Gania, G., & Budi, I.S. (2003) menyatakan “Audit operasional adalah suatu proses sistematis yang mengevaluasi efektifitas, efisiensi, dan kehematan operasi organisasi yang berada dalam pengendalian manajemen serta melaporkan kepada orang-orang yang tepat hasil-hasil evaluasi tersebut beserta rekomendasi perbaikan” 

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Audit Operasional yaitu suatu proses sistematis untuk menilai kegiatan operasional perusahaan apakah sudah dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis serta memberikan rekomendasi perbaikan kepada pihak manajemen sehingga keberlangsungan kegiatan perusahaan dapat berjalan dengan baik.

Struktur dan Ruang Lingkup Audit Operasional 

Menurut Guy dkk. (2003:421), struktur umum dari audit operasional adalah proses lima tahap yaitu : 
1. Pengenalan Sebelum memulai suatu audit operasional, auditor (atau konsultan) terlebih dahulu harus mengenali kegiatan atau fungsi yang sedang di audit. Untuk melaksanakan hal ini, auditor menelaah latar belakang informasi, tujuan, struktur organisasi, dan pengendalian kegiatan atau fungsi yang sedang di audit, serta menentukan hubungannya dengan entitas secara keseluruhan.
2. Survei Selama tahap survei dari audit operasional, yang lebih dikenal sebagai survei pendahuluan (preliminary survey), auditor harus berusaha untuk mengidentifikasi bidang masalah dan bidang penting yang menjadi kunci keberhasilan kegiatan atau fungsi yang sedang di audit.
3. Pengembangan Program Pada awalnya auditor menyusun program pekerjaan, berdasarkan tujuan audit, yang merinci pengujian dan analisis yang harus dilaksanakan atas bidang-bidang yang dianggap "penting" dari hasil survei pendahuluan. Disamping itu, auditor juga menjadwalkan kegiatan kerja, menugaskan personel yang sesuai, menentukan keterlibatan personel lainnya dalam penugasan, serta menelaah kertas kerja audit.
4. Pelaksanaan Audit Pelaksanaan audit merupakan tahap utama dari audit operasional. Auditor melaksanakan prosedur audit yang telah ditentukan dalam program audit untuk mengumpulkan bukti-bukti, melakukan analisis, menarik kesimpulan, dan mengembangkan rekomendasi. Selama melakukan pekerjaan lapangan, auditor harus menyelesaikan setiap langkah audit yang spesifik dan mencapai tujuan audit secara keseluruhan untuk mengukur efektivitas, efisiensi, dan ekonomis.
5. Pelaporan Tahap pelaporan merupakan tahap yang penting bagi keberhasilan keseluruhan audit operasional yang dilakukan. Laporan audit operasional pada umumnya mengandung dua unsur utama, yaitu (1) tujuan penugasan, ruang lingkup, dan pendekatan serta, (2) temuan-temuan khusus dan rekomendasi. Ruang lingkup audit operasional lebih difokuskan pada fungsi produksi suatu perusahaan yang berarti melakukan pemeriksaan segi operasional suatu perusahaan. 

Ruang lingkup audit keuangan tradisional lebih ditekankan pada accounting control yang terdiri dari : 
1. Mengamankan perusahaan 
2. Menguji ketelitian dan kebenaran data akuntansi.

Cara yang digunakan untuk mencapai tujuan di atas, yaitu dengan menggunakan laporan keuangan. Sedangkan audit operasional bertujuan untuk mengetahui apakah cara-cara yang digunakan dalam perusahaan sudah berjalan dengan lancar. 

Jadi, audit operasional lebih ditekankan pada administrative control yang terdiri dari : 
1. Menunjang efektivitas perusahaan 
2. Menilai ketaatan pada kebijakan yang telah digariskan oleh pimpinan. 

Persamaan dari keduanya adalah auditor sama-sama melakukan perbandingan antara standar atau kriteria tertentu dengan melaksanakan yang ditemuinya. 

Ruang lingkup audit operasional menurut Mulyadi (2002:428) adalah :
“Pembatasan terhadap ruang lingkup audit operasional, mempunyai akibat terhadap jumlah dan kompetensi bukti yang dapat dikumpulkan oleh auditor dari suatu perusahaan”. 

Jadi, disimpulkan bahwa ruang lingkup audit operasional adalah tinjauan kebijakan operasinya, perencanaan, praktik (kinerja), hasil dari kegiatan dalam mencapai tujuan perusahaan. Oleh karena itu, audit dilakukan tidak terbatas hanya pada masalah akuntansinya saja, melainkan di segala bidang yang berhubungan dengan perusahan seperti kepegawaian

Tujuan Dan Manfaat Audit Operasional 

Tujuan utama audit operasional adalah mengevaluasi efektifitas dan efisiensi organisasi, namun audit operasional juga dapat menjangkau aspek yang ketiga, yaitu ekonomisasi. Evaluasi ekonomi adalah pemeriksaan atas biaya dan manfaat dari suatu kebijakan atau prosedur. Dalam konteks audit operasional, evaluasi ekonomi merupakan pertimbangan jangka panjang tentang apakah manfaat kebijakan atau prosedur lebih besar daripada biayanya. 

Menurut Guy dkk. (2003:421), audit operasional biasanya dirancang untuk memenuhi satu atau lebih tujuan berikut :
1) Menilai Kinerja. Setiap audit operasional meliputi penilaian kinerja organisasi yang ditelaah. Penilaian kinerja dilakukan dengan membandingkan kegiatan organisasi dengan (1) tujuan, seperti kebijakan, standar, dan sasaran organisasi yang ditetapkan manajemen atau pihak yang menugaskan, serta dengan (2) kriteria penilaian lain yang sesuai.
2) Mengidentifikasi Peluang Perbaikan. Peningkatan efektivitas, efisiensi, dan ekonomi merupakan kategori yang luas dari pengklasifikasian sebagian besar perbaikan. Auditor dapat mengidentifikasi peluang perbaikan tertentu dengan mewawancari individu (apakah dari dalam atau dari luar organisasi), mengobservasi operasi, menelaah laporan masa lalu atau masa berjalan, mempelajari transaksi, membandingkan dengan standar industri, menggunakan pertimbangan profesional berdasarkan pengalaman, atau menggunakan sarana dan cara lain yang sesuai.
3) Mengembangkan Rekomendasi untuk Perbaikan atau Tindakan Lebih Lanjut.Sifat dan luas rekomendasi akan berkembang secara beragam selama pelaksanaan audit operasional.

Menurut Agoes, S. (2008:173) ada empat tujuan audit operasional yaitu:
1. Untuk menilai kinerja (performance) dari manajemen dan berbagai fungsi dalam perusahaan.
2. Untuk menilai apakah persediaan perusahaan telah digunakan secara efisien dan ekonomis.
3. Untuk menilai efektifitas perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak.
4. Untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada manajemen puncak untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam penerapan sistem pengendalian internal dan prosedur operasional perusahaan dalam rangka meningkatkan efisiensi, keekonomisan dan efektifitas dari kegiatan operasionaal perusahaan. 

Sejalan dengan perkembangan perusahaan, manajemen akan dihadapkan dengan berbagai masalah dalam memonitor semua dearah kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini menimbulkan pemikiran bahwa apabila manajemen ingin dapat beroperasi dengan baik tentu mereka memerlukan berbagai bentuk peringatan dini (early warning system) yang dapat mendeteksi berbagai masalah yang merugikan dan berbagai kesempatan untuk pengembangan dan penyempurnaan. Salah satu cara yang digunakan oleh para manajer tersebut adalah dengan menggunakan audit operasional.

Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa audit operasional dilakukan untuk mengevaluasi tingkat efisiensi dan efektivitas pelaksanaan aktivitas suatu organisasi. Audit operasional mengidentifikasi timbulnya penyelewengan dan penyimpangan yang terjadi dan kemudian membuat laporan yang berisi rekomendasi tindakan perbaikan selanjutnya. Audit operasional merupakan salah  satu alat pengendalian yang membantu dalam mengelola perusahaan dengan penggunaan sumber daya yang ada dalam pencapaian tujuan perusahaan dengan efektif dan efisien. 

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya audit operasional menurut Tunggal (2000:14) adalah: 
1) Memberi informasi operasi yang relevan dan tepat waktu untuk pengambilankeputusan
2) Membantu manajemen dalam mengevaluasi catatan, laporan-laporan dan pengendalian.
3) Memastikan ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang ditetapkan, rencana-rencana, prosedur serta persyaratan peraturan pemerintah. 
4) Mengidentifikasi area masalah potensial pada tahap dini untuk menentukan tindakan preventif yang akan diambil.
5) Menilai ekonomisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya termasuk memperkecil pemborosan.
6) Menilai efektivitas dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang telah ditetapkan.
7) Menyediakan tempat pelatihan untuk personil dalam seluruh fase operasi perusahaan.

Jenis Audit Operasional 

Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan Jusuf A.A pada buku 2 (2003), membagi audit operasional menjadi tiga jenis yaitu : “1.Functional Audit 2. Organizational Audit 3. Special Assigment.” Dari kutipan diatas dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Functional Audit Fungsi merupakan suatu alat penggolangan kegiatan suatu perusahaan, seperti fungsi penerimaan kas atau fungsi produksi. Seperti yang tersirat dalam namanya, audit fungsional berkaitan dengan sebuah fungsi atau lebih dalam suatu organisasi. Keunggulan audit fungsional adalah menungkinkan adanya spesialisasi oleh auditor. Auditor dapat lebih efisien memakai seluruh waktu mereka untuk memeriksa dalam bidang itu. Kekurangan audit fungsional adalah tidak dapat dievaluasinya fungsi yang saling berkaitan didalam organisasi.
2. Organizational Audit Audit operasional atas suatu organisasi menyangkut keseluruhan unit organisasi, seperti departemen, cabang, atau anak perusahaan. Penekanan dalam suatu audit organisasi adalah seberapa efisien dan efektif fungsi-fungsi yang saling berinteraksi.
3. Special Assigment Penugasan audit operasional khusus timbul atas permintaan manajemen. Ada banyak variasi dalam audit seperti itu. Contoh-contohnya mencakup penentuan penyebab tidak efektifnya system PDE, penyelidikan kemungkinan kecurangan dalam suatu divisi, dan membuat rekomendasi untuk mengurangi biaya produksi suatu barang.

Kriteria Audit Operasional 

Salah satu kesulitan yang dihadapi dalam audit operasional adalah menentukan kriteria untuk mengevaluasi apakan efisiensi dan efektivitas telah tercapai. Di dalam audit keuangan, Standar Akuntansi Keuangan merupakan kriteria umum untuk mengevaluasi kewajaran penyajian laporan keuangan, dalam audit operasional tidak ada kriteria standar yang dapat digunakan sebagai pedoman. 

Menurut Arens et al (2008:781), ada beberapa sumber kriteria yang dapat digunakan : 
1. Kinerja Historis (Historical Performance) Historical Performance merupakan kriteria yang didasarkan pada hasil aktual dari periode (atau audit) sebelumnya. Hal ini dilaksanakan untuk membandingkan apakah prestai kerja periode sekarang lebih baik atau lebih buruk dibandingkan dengan prestasi kerja periode sebelumnya. Keuntungan penggunaan kriteria ini adalah tidak dapat memberikan gambaran apakah perusahaan tersebut benar-benar berjalan dengan baik atau sebaliknya.
2. Kinerja yang dapat diperbandingkan (Benchmarking) Benchmarking merupakan kriteria yang ditetapkan berdasarkan hasil yang dicapai oleh entitas yang sama dalam organisasi secara keseluruhan atau diluar organisasi. Data prestasi dari entitas dibandingkan merupakan sumber yang baik untuk kriteria dalam benchmarking.
3. Standar Rekayasa (Engineered Standards) Engineerd Standards merupakan kriteria yang ditetapkan berdasarkan standar teknik, seperti time and motion study untuk menentukan banyaknya output yang harus diproduksi. Penggunaan krteria ini efektif untuk menyelesaikan berbagai masalah operasional yang penting, tetapi pembuatan kriteria ini memerlukan keahlian yang khusus sehingga memakan banyak waktu dan biaya yang cukup tinggi.
4. Diskusi dan Kesepakatan (Discussion and Agreement) Discussion and Agreementmerupakan kriteria yang ditetapkan berdasarkan hasil diskusi dan kesepakatan bersama antara pihak manajemen dan entitas yang akan diaudit, auditor operasional, dan pihak yang akan menerima laporan hasil audit operasional. Kriteria ini umum digunakan karena pembuatan kriteria yang lalu sering kali sulit dan membutuhkan biaya yang tinggi.

Struktur dan Ruang Lingkup Audit Operasional 

Menurut Guy dkk. (2003:421), struktur umum dari audit operasional adalah proses lima tahap yaitu :
1) Pengenalan Sebelum memulai suatu audit operasional, auditor (atau konsultan) terlebih dahulu harus mengenali kegiatan atau fungsi yang sedang di audit. Untuk melaksanakan hal ini, auditor menelaah latar belakang informasi, tujuan, struktur organisasi, dan pengendalian kegiatan atau fungsi yang sedang di audit, serta menentukan hubungannya dengan entitas secara keseluruhan.
2) Survei Selama tahap survei dari audit operasional, yang lebih dikenal sebagai survei pendahuluan (preliminary survey), auditor harus berusaha untuk mengidentifikasi bidang masalah dan bidang penting yang menjadi kunci keberhasilan kegiatan atau fungsi yang sedang di audit. 
3) Pengembangan Program. Pada awalnya auditor menyusun program pekerjaan, berdasarkan tujuan audit, yang merinci pengujian dan analisis yang harus dilaksanakan atas bidang-bidang yang dianggap "penting" dari hasil survei pendahuluan. Disamping itu, auditor juga menjadwalkan kegiatan kerja, menugaskan personel yang sesuai, menentukan keterlibatan personel lainnya dalam penugasan, serta menelaah kertas kerja audit.
4) Pelaksanaan Audit Pelaksanaan audit merupakan tahap utama dari audit operasional. Auditor melaksanakan prosedur audit yang telah ditentukan dalam program audit untuk mengumpulkan bukti-bukti, melakukan analisis, menarik kesimpulan, dan mengembangkan rekomendasi. Selama melakukan pekerjaan lapangan, auditor harus menyelesaikan setiap langkah audit yang spesifik dan mencapai tujuan audit secara keseluruhan untuk mengukur efektivitas, efisiensi, dan ekonomis.
5) Pelaporan Tahap pelaporan merupakan tahap yang penting bagi keberhasilan keseluruhan audit operasional yang dilakukan. Laporan audit operasional pada umumnya mengandung dua unsur utama, yaitu (1) tujuan penugasan, ruang lingkup, dan pendekatan, serta (2) temuan- temuan khusus dan rekomendasi.

Ruang lingkup audit operasional lebih difokuskan pada fungsi produksi suatu perusahaan yang berarti melakukan pemeriksaan segi operasional suatu perusahaan. Namun dalam hal ini suatu perusahaan mengalami keterbatasan dalam melaksanakan audit operasional tersebut. Keterbatasan yang terjadi dalam suatu perusahaan dalam melaksanakan audit operasional antara lain Tunggal (2000:11): 
1) Waktu Pemeriksa harus memberikan laporan kepada pihak manajemen sesegera mungkin agar masalah yang timbul dapat segera terselesaikan, sehingga menyebabkan terbatasnya waktu pemeriksaan. Untuk mengatasi keterbatasan waktu ini, audit operasional dapat dilakukan secara teratur untuk menghindari permasalahan tidak menjadi berlarut-larut. 
2) Keahlian
Kurangnya pengetahuan dan penguasaan berbagai disiplin ilmu dan bisnis merupakan salah satu keterbatasan. Tidak mungkin seorang pemeriksa dapat menjadi ahli dalam berbagai disiplin bisnis. 3) Biaya Biaya yang dapat dihemat dari hasil pemeriksaan haruslah lebih besar dari biaya pemeriksaan itu sendiri. Pemeriksaan harus menentukan prioritas tertentu dalam melaksanakan tugasnya sehingga keterbatasan ini dapat teratasi.

Tahap-Tahap Audit Operasional 

Auditor operasional perlu memiliki suatu tahapan tugas untuk pedoman baginya dalam bekerja. Tanpa adanya tahapan yang tersusun baik pemeriksa akan banyak menghadapai kesulitan dalam melaksanakan pekerjaan mengingat bahwa struktur perusahaan ataupun kegiatan sekarang ini sudah semakin maju dan rumit. 

Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam audit manajemen. Secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi lima, menurut Bayangkara I.B.K (2008:10) yaitu:
1. Audit Pendahuluan Audit pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi latar belakang terhadap objek yang diaudit. Pada tahap audit ini juga dilakukan penelaahan terhadap berbagai peraturan, ketentuan dan kebijakan berkaitan dengan aktivitas yang diaudit serta menganalisis berbagai informasi yang telah diperoleh untuk mengidentifikasi hal-hal yang potensial mengandung kelemahan pada perusahaan yang diaudit.
2. Review dan Pengujian Pengendalian Manajemen Pada tahap ini auditor melakukan review dan pengujian terhadap pengendalian manajemen objek audit dengan tujuan untuk menilai efektivitas pengendalian manajemen dalam mendukung pencapaian tujuan perusahaan.
3. Audit Rinci / Lanjutan Pada tahap ini auditor melakukan pengumpulan bukti yang cukup dan kompeten untuk mendukung tujuan audit yang telah ditentukan. Pada tahap ini juga dilakukan pengembangan temuan untuk mencari keterkaitan antara satu temuan dengan temuan yang lain dalam menguji permasalahan yang berkaitan dengan tujuan audit.
4. Pelaporan Tahapan ini bertujuan untuk mengkomunikasikan hasil audit termasuk rekomendasi yang diberikan kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Hal ini penting untuk meyakinkan pihak manajemen (objek audit) tentang keabsahan hasil audit dan mendorong pihak-pihak yang berwenang untuk melakukan perbaikan terhadap berbagai kelemahan yang ditemukan.
5. Tindak Lanjut Sebagai tahap akhir dari audit manajemen, tindak lanjut bertujuan untuk mendorong pihak-pihak yang berwenang untuk melaksanakan tindak lanjut (perbaikan) sesuai dengan rekomendasi yang diberikan



Efisisensi dan Efektivitas Audit Operasional 

Efisiensi dan efektivitas audit operasional dikenal sebagai audit yang berkonsentrasi pada efektivitas dan efisiensi organisasi. Efektivitas mengukur seberapa berhasil suatu organisasi mencapai tujuan dan sasarannya. Efisiensi mengukur seberapa baik suatu entitas menggunakan sumberdayanya dalam mencapai tujuannya. Sebagai contoh, seorang auditor dapat memeriksa badan federal untuk menentukan apakah badan tersebut telah mencapai tujuannya seperti yang ditetapkan oleh kongres (efektivitas) dan menggunakan sumberdaya keuangannya secara benar (efisiensi). Pembahasan mengenai ekonomisasi, efisiensi, dan efektivitas akan lebih mudah dipahami jika dibahas dalam kerangka Input - Proses - Output. Dalam sub bab ini, lebih difokuskan pada efisiensi dan efektivitas. 
1) Efisiensi 
Efisiensi berhubungan dengan bagaimana perusahaan melakukan operasinya, sehingga dicapai optimalisasi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Efisiensi berhubungan dengan metode kerja (operasi). Dalam hubungannya dengan konsep input-proses-output, efisiensi adalah rasio antar output dan input. Seberapa besar output yang dihasilkan dengan menggunakan sejumlah tertentu input yang dimiliki perusahaan. Metode kerja yang baik akan dapat memandu proses operasi berjalan dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang dimiliki perusahaan. Jadi, efisiensi merupakan ukuran proses yang menghubungkan antara input dan output dalam operasional perusahaan. Jadi, efisiensi merupakan ukuran proses yang menghubungkan antara input dan output dalam operasional perusahaan (Bayangkara, 2008:13). 
Menurut Anthony (2005:174): Efisiensi adalah rasio output terhadap input, atau jumlah output per unit input. Pusat Tanggung Jawab A lebih efisien daripada Pusat Tanggung Jawab B jika (1) menggunakan jumlah sumber daya yang lebih sedikit dari pada Pusat Tanggung Jawab B, namun memproduksi jumlah output yang sama, atau (2) menggunakan jumlah sumber daya yang sama namun memproduksi jumlah output yang lebih besar.

2) Efektivitas Dibandingkan dengan efisiensi, yang ditentukan oleh hubungan antara input dan output, efektivitas ditentukan oleh huungan antara output yang dihasilkan oleh suatu pusat tanggang jawab dengan tujuannya. Semakin besar output yang dikonstribusikan terhadap tujuan, maka semakin efektiflah unit tersebut. Efektivitas cenderung dinyatakan dalam istilah-istilah yang subjektif dan nonalitis, seperti kinerja kampus A adalah yang terbaik, tetapi kampus B telah agak menurun dalam tahun-tahun terakhir (Anthony, 2005:174). 
Menurut (Anthony 2005:174-175): Efisiensi dan efektivitas berkaitan satu sama lain, setiap pusat tanggung jawab harus efektif dan efisien dimana organisasi harus mencapai tujuannya dengan cara yang optimal. Suatu pusat tanggung jawab yang menjalankan tugasnya dengan konsumsi terendah atas sumber daya, mungkin akan efisien, tetapi jika output yang dihasilkannya gagal dalam memberikan kontribusi yang memadai pada pencapaian cita-cita organisasi, maka pusat tanggung jawab tersebut tidaklah efektif.

Keterbatasan Audit Operasional 

Meskipun audit operasional memiliki banyak manfaat, audit ini juga memiliki banyak keterbatasan. Menurut Reider (2002:31)audit operasional memiliki banyak keterbatasan karena tidak dapat menyelesaikna semua masalah yang timbul didalam organisasi. Ada tiga factor yang membatasi audit operasional yaitu : 
1. Waktu 
2. Keahlian yang diperlukan 
3. Biaya 

Waktu merupakan faktor yang membatasi audit operasional untuk mencapai tujuan dan manfaat audit operasional. Hal ini disebkan karena auditor harus dengan segera memberikan informasi kepada manajemen mengenai masalah  organisasi yang timbul dan cara-cara yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut. Audit operasional harus dilaksanakan secara teratur untuk menjamin bahwa masalah-masalah organisasi yang penting tidak menjado kronis dalam perusahaan. 

Keterbatasan dalam audit operasional yang lain adalah kurangnya keahlian audit operasinal terhadap teknik audit dan objek yang diperiksa. Tidak mungkin bagi seorang auditor untuk ahli disegala bidang bisnis. Untuk mengatasi keterbatasan ini perlu pendidikan dan pelatihan bagi auditor operasional. 

Biaya juga merupakan salah satu faktor pembatas bagi audit operasional. Auditor operasional selalu mencoba untuk menghemat uang kliennnya.Keterbatasan biaya yang tersedia ini mengharuskan auditor untuk menentukan segala prioritas auditnya. Masalah organisasi yang mengancam keeradaan organisasi perlu mendapatkan prioritas audit



Sabtu, 26 Desember 2015

PENGELOLAAN KEUANGAN SEKTOR PUBLIK

Konsep Pengelolan Keuangan Negara

Landasan yuridis dari pengelolan keuangan negara adalah Pasal 23 C Undang Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 dalam perubahan ketiga dimana hal-hal lain mengenai keuangan negara ditetapkan melalui undang-undang. Berangkat dari landasan konstiual itulah sehinga pada tahun 2003 yang lalu lahir Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, diundangkan aturan tersebut dan berlaku untuk pengelolan Keuangan Negara.

Menurut Angito Abimanyu (2005 ; 15) definisi dari pengelolan keuangan negara adalah :
Keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanan, pelaksanan, penatausahan, pelaporan, pertangungjawaban dan pengawasan keuangan Negara Pengelolan keuangan negara yang diatur dalam Undang- Undang No. 17 Tahun 2003  meliputi kekuasan pengelolan keuangan negara dan daerah. Sebagaimana ditegaskan dalam Bagian Penjelasan umum Undang-Undang No. 17 Tahun 2003. Pengelolan keuangan negara terdapat angaran-angaran yang digunakan sebagai alat akuntabiltas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai fungsi akunta-biltas pengeluaran angaran hendaknya dapat dipertangungjawabkan dengan menunjukan hasil (result) berupa outcome atau setidaknya output yang dibelanjakanya dana-dana publik tersebut. Sebagai alat manajemen sistem pengangaran selayaknya dapat membantu aktivitas berkelanjutan untuk memperbaiki efektivitas dan efesiensi program pemerintah. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi angaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabiltas perekonomian serta pemeratan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.

Langkah awal dalam pengelolaan keuangan negara dimulai dengan perencanan atau penyusunan angaran pendapatan belanja negara (APBN). APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelengaran pemerintahan dan kemampuan pendapatan negara. Penyusunan APBN sebagaimana dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. Terkait dengan fungsi Angaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebagaimana ditegaskan dalam Bagian Penjelasan Undang-Undang No. 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara adalah: (Sampurna, 2005 ; 45)
1. Sebagai fungsi akuntabiltas, pengeluaran angaran hendaknya dapat dipertangungjawabkan dengan menunjukan hasil (result) berupa outcome atau setidaknya output dari dibelanjakanya dana-dana publik tersebut.
2. Sebagai alat manajemen, sistem pengangaran selayaknya dapat membantu aktivitas berkelanjutan untuk memperbaiki efektifitas dan efisiensi program pemerintah.
3. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi, angaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabiltas perekonomian serta pemeratan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. 

Adanya reformasi dalam perundang-undangan tersebut telah dirumuskan
landasan hukum yang kuat dengan telah disahkanya Undang Undang Dasar Negara
RI Tahun 1945. Pengaturan hukum tersebut diantaranya sebagai berikut: (Sampurna, 2005 ; 39)
a. Undang-Undang No. 17 Tahun 203 tentang Keuangan Negara.
b. Undang-Undang No. 1 Tahun 204 tentang Perbendaharan Negara.
c. Undang-Undang No. 15 Tahun 204 tentang Pemeriksan Pengelolan dan Tangung Jawab Keuangan Negara.
d. Undang-Undang No. 15 Tahun 206 tentang Badan Pemeriksan Keuangan Negara.

Dengan adanya paket perundang-undangan tentang keuangan negara tersebut telah merumuskan empat prinsip dasar pengelolan keuangan negara sebagai pencerminan dari best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolan keuangan negara antara lain, yaitu:
1. Akuntabiltas berdasarkan hasil atau kinerja.
Mengandung makna bahwa setiap rupiah uang negara yang dikeluarkan harus dapat dipertangung jawabkan kepada publik dan dalam pengalokasianya harus menghasilkan sesuatu yang bermanfat pada publik.
2. Keterbukan dalam setiap transaksi pemerintah.
Pengelolan keuangan negara harus bersifat terbuka (transparan) sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam pengelolan keuangan negara dimana mewajibkan adanya keterbukan dalam pembahasan, penetapan dan perhitungan angaran serta hasil atas hasil pengawasan oleh lembaga audit yang indipenden.
3. Pemberdayan manajer profesional
Mengharuskan pengelolan keuangan negara ditangani oleh tenaga yang profesional dan mampu mengalokasikan angaran yang dilaksanakan secara proporsional terhadap fungsi-fungsi kementerian/lembaga sesuai dengan tingkat prioritas dan tujuan yang ingin yang dicapai.
4. Adanya lembaga pemeriksan eksternal yang kuat, profesional dan mandiri serta dihindarinya duplikasi dalam pelaksanan.

Dalam hal ini pemeriksan atas tangung jawab dan pengelolan keuangan negara atau daerah dilakukan oleh badan pemeriksa yang independen, dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), DPR R.I dan pengawasan oleh masyarakat

Sistem Pengelolan Keuangan Negara

Dalam sistem pengelolan keuangan dikuasakan kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan yang memegang kekuasan pengelolan keuangan negara. Hal ini diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2003. Kekuasan tersebut meliputi: (Saidi, 2008 ; 56)
a. Kewenangan yang bersifat umum
Kewenangan yang bersifat umum meliputi :
1) Penetapan arah.
2) Kebijakan umum.
3) Strategi.
4) Prioritas dalam pengelolan Angaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
b. Kewenangan yang bersifat khusus.
Kewenangan yang bersifat khusus meliputi :
1) Keputusan/kebijakan teknis yang berkaitan dengan pengelolan APBN yang antara lain berkaitan dengan keputusan sidang kabinet di bidang pengelolan APBN, keputusan rincian APBN,
2) Keputusan dana perimbangan.
3) Penghapusan aset dan piutang negara

Dalam rangka memenuhi kewajiban konstiusional yang diamanatkan oleh Undang Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 dan sebagai upaya menghilangkan penyimpangan terhadap keuangan negara, maka sistem dalam pengelolan keuangan negara diwujudkan dengan:
a. Sistem pengelolan keuangan negara yang berkesinambungan (sustainable).
Dalam siklus sistem pengelolan keuangan negara yang berkesinambungan harus adanya perencanan dan dalam paket undang-undang di bidang Keuangan Negara memberikan suatu sistem pengangaran yang mampu menstimulasi manajemen birokrasi agar mengacu pada prinsip efektivitas, efisiensi alokasi angaran sektor publik, terjalinya keterbukan dan akuntabiltas pemerintahan, dan melakukan penghematan keuangan Negara tanpa melalaikan prinsip-prinsip profesionalitas maka pengelolan keuangan Negara dengan mengunakan sistematika angaran berbasis kinerja. 
b. Sistem pengelolan keuangan negara yang profesional.
Mengharuskan pengelolan keuangan negara ditangani oleh tenaga yang profesional. Asas Proporsionalitas pengalokasian angaran dilaksanakan secara proporsional pada fungsi-fungsi kementerian/lembaga sesuai dengan tingkat prioritas dan tujuan yang ingin dicapai.
c. Sistem pengelolan keuangan negara yang terbuka.
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasar pertimbangan, bahwa masyarakat memilki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertangungjawaban pemerintah dalam pengelolan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan keta tanya pada peraturan perundang- undangan. d. Sistem pengelolan keuangan negara yang bertangung jawab untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat, sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang dan asas-asas umum yang berlaku secara universal.

Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum dan menyelengarakan pemerintahan negara berdasarkan konstiusi, sistem pengelolan keuangan negara harus didasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

Pengelolaan Keuangan Sektor Publik

Keuangan Sektor Publik

Ada empat tujuan berdirinya negara Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-empat yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pencapaian keempat tujuan negara tersebut tentu terikat dengan keuangan negara sebagai bentuk pembiayaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Tanpa keuangan negara, tujuan negara tidak dapat terselenggara. Tujuan negara hanyalah menjadi sekedar cita-cita belaka. Oleh karena itu keuangan dalam suatu penyelenggaraan pemerintahan memiliki peran sentral, sebab merupakan urat nadi dalam pembangunan suatu negara serta sangat menentukan keberlangsungan perekonomian baik dalam waktu sekarang ini maupun di masa akan datang.

Pengelolaan keuangan negara yang ditujukan agar bisa digunakan penyelenggaraan pemerintahan secara rutin itu cukup banyak menggunakan sumber dana. Sumber dana tersebut diperoleh baik dari dalam maupun luar negeri yang dikelola secara ketat oleh pemerintah berdasarkan konsepsional dan konstitusional ditetapkan dalam pasal 23 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Perihal pembahasan pengertian keuangan negara, dapat dilakukan melalui pendekatan Undang-Undang dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pengertian keuangan negara menurut undang-undang ini adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu, baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara yang berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (sikad.bpk.go.id). Ruang lingkup pengelolaan keuangan negara meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggung jawaban keuangan negara.

Substansi Keuangan Sektor Publik

Pada dasarnya, substansi mengenai pengertian keuangan negara dapat dilihat dari perspektif luas maupun sempit. Menurut Edi Nasution, dalam makalahnya “Pengelolaan Keuangan Daerah : Perbandingan Anggaran Indonesia dan Jepang”, keuangan negara mencakup: pertama, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kedua, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan terakhir keuangan negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Ini merupakan pengertian keuangan negara dalam cakupan luas. Sementara keuangan negara dalam arti sempit hanya mecakup keuangan negara yang dikelola oleh tiap-tiap badan hukum dan dipertanggungjawabkan masing-masing instansi.

Berbicara mengenai keuangan negara, pada saat yang bersamaan terdapat pembahasan mengenai lingkup keuangan negara yang dilihat dari perspektif yuridis formal. Khairun Farid dalam makalahnya tentang Resume UU 17 tahun 2003 mengatakan bahwa di dalam Pasal 2 Undang-Undang tentang Keuangan Negara diatur bahwa ruang lingkup keuangan negara yaitu: hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, serta melakukan pinjaman; kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum, pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; penerimaan negara; pengeluaran negara; penerimaan daerah; pengeluaran daerah; kekayaan negara atau kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara atau perusahaan daerah; kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaran tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; dan kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Pada dasarnya, pemerintahan negara melibatkan usaha-usaha yang disebut sebagai pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara dapat dipahami sebagai keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban yang secara eksplisit disebut sebagai ruang lingkup pengelolaan keuangan negara.

Beberapa masalah dalam pengelolaan keuangan negara

Dalam sebuah tulisan Awan Setiawan yang dapat diakses di web bappenas.go.id berjudul “Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah : Sebuah Tinjauan”, ada beberapa masalah yang secara realita masih dihadapi dalam pengelolaan keuangan negara saat ini, yaitu :

Pertama, rendahnya efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan pemerintah akibat maraknya irasionalitas pembiayaan kegiatan negara. Kondisi ini disertai oleh rendahnya akuntabilitas para pejabat pemerintah dalam mengelola keuangan publik. Karenanya, muncul tuntutan yang meluas untuk menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja.

Kedua, kurang adanya skala prioritas yang terumuskan secara tegas dalam proses pengelolaan keuangan negara yang menimbulkan pemborosan sumber daya publik. Selama ini, hampir tidak ada upaya untuk menetapkan skala prioritas anggaran di mana ada keterpaduan antara rencana kegiatan dengan kapasitas sumber daya yang dimiliki. Juga harus dilakukan analisis biaya-manfaat (cost and benefit analysis) sehingga kegiatan yang dijalankan tidak saja sesuai dengan skala prioritas tetapi juga mendatangkan tingkat keuntungan atau manfaat tertentu bagi publik.

Ketiga yang menuntut dilakukannya reformasi manajemen keuangan pemerintah adalah terjadinya begitu banyak kebocoran dan penyimpangan, misalnya sebagai akibat adanya praktek Kolusi Korupsi dan Nepotisme.

Keempat dan terakhir adalah rendahnya profesionalisme aparat pemerintah dalam mengelola anggaran publik. Inilah merupakan sindrom klasik yang senantiasa menggerogoti negara-negara yang ditandai oleh superioritas pemerintah. Dinamika pemerintah, termasuk pengelolaan keuangan di dalamnya, tidak dikelola secara profesional sebagaimana dijumpai dalam manajemen sektor swasta. Jarang ditemukan ada manajer yang profesional dalam sektor publik. Bahkan terdapat negasi yang tegas untuk memasukkan kerangka kerja sektor swasta ke dalam sektor publik di mana nilai-nilai akuntabilitas, profesionalisme, transparansi, dan economic of scale menjadi kerangka kerja utamanya.



Asas-asas pengelolaan keuangan negara

Agar pengelolaan keuangan negara dapat berlangsung dengan baik, maka sebenarnya telah dirumuskan beberapa asas-asas. Adapun asas-asas pengelolaan keuangan negara yang dimaksud adalah:
Asas kesatuan, yaitu menghendaki agar semua pendapatan dan belanja negara disajikan dalam satu dokumen anggaran;
Asas universalitas, yaitu mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran;
Asas tahunan membatasi masa berlakunya angaran untuk suatu tahun tertentu;dan
Asas spesialitas, yaitu mewajiban agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya (Muhammad Djafar Saidi, 2008).

Perkembangan selanjutnya dengan berlakunya Undang-Undang Keuangan Negara (UUKN) terdapat penambahan asas baru dalam pengelolaan keuangan negara. Adapun asas-asas pengelolaan keuangan negara menurut UUKN yaitu:
Asas akuntabilitas berorientasi pada hasil adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan pengelolaan keuangan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi nagara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan yang berlaku;
Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban pengelolaan keuangan negara;
Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian berasarkan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Asas keterbukaan dan pengelolaan keuangan negara adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang pengelolaan keuangan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara;
Asas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri adalah aas yang memberikan kebebasan bagi badan pemeriksa keuangan untuk melakukan pemeriksaan keuangan nagara dengan tidak boleh dipangaruhi oleh siapapun.

Asas-asas pengelolaan keuangan negara apabila dilakukan fusi sebelum dan setelah diberlakukannya UUKN dapat dijadikan pedoman bagi pengelola keuangan negara sehingga mampu menjalankan tugas dan kewajibannya yang baik. Perlu dicermati bahwa asas pengelolaan keuangan negara bukanlah merupakan aturan hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan mengikat melainkan secara moral dapat dijadikan pedoman dalam pengelolaan keuangan negara. Meskipun demikian, janganlah diartikan bahwa pengelolaan keuangan negara dapat serta merta menyimpangi asas-asas pengelolaan keuangan negara tersebut sehingga tercipta pengelolaan keuangan negara yang baik dan menghindari kerugian negara.



Good Governance dalam pengelolaan keuangan negara

Sejak terjadinya krisis moneter dan krisis kepercayaan yang mengakibatkan equalityperubahan dramatis pada tahun 1998, Indonesia telah memulai berbagai inisiatif yang dirancang untuk mempromosikan good governance, akuntabilitas dan partisipasi yang lebih luas. Good governancedipandang sebagai paradigma baru dan menjadi ciri yang perlu ada dalam sistem administrasi publik.

Menurut doktrin ilmu hukum administrasi terdapat 13 asas-asas umum pemerintahan yang baik (Good Governance), hal itu seperti yang pernah diungkapkan Crince Le Roy dan ditambahkan oleh Kuntjoro Purbopranoto, yaitu: Asas kepastian hukum (principle of legal security); Asas keseimbangan (principle of proporsioality); Asas kesamaan (principle of equality); Asas bertindak cermat (principle of carefulless); Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh (principle of motivation); Asas jangan mencampur adukkan kewenangan (principle of non misuse of competence) ; Asas permainan yang layak (principle of fairplay) ; Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonableness or prohibition of arbitrariness); Asas menanggapi pengaharapan yang wajar (principle of meeting raised expectation); Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoig the consequences of annulled decision); Asas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup) pribadi (principle of protecting the personal way of life); Asas kebijaksanaan (sapientia); dan Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service).

Sedangkan dalam aturan pokok Keuangan Negara sendiri telah dijabarkan ke dalam asas-asas umum, yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, yaitu : Asas tahunan, Asas universalitas, Asas kesatuan, Asas spesialitas, Asas akuntabilitas, Asas profesionalitas, Asas proporsionalitas, Asas keterbukaan dan Asas pemeriksaan keuangan (ekonomi.kompasiana.com).

Asas-asas umum tersebut diperlukan guna menjamin terselenggaranya pengelolaan keuangan negara dalam rangka mewujudkan good governance. Asas-asas umum pengelolaan keuangan negara pada dasarnya dijiwai oleh asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance). Hal ini dapat dilihat dari adanya asas akuntabilitas, proporsionalitas, profesionalitas, universalitas yang sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik, di mana pada asas-asas good governance dikehendaki adanya prinsip bertindak cermat, jangan mencampur adukkan kewenangan dan prinsip penyelenggaraan kepentingan umum. Karena pada dasarnya adanya asas-asas umum pengelolaan keuangan negara yang baik bertujuan untuk mewujudkan kepentingan umum, mensejahterakan kehidupan rakyat yang berlandaskan pada perbuatan yang dapat dipertanggung jawabkan demi terciptanya pemerintahan yang baik. Oleh karena itu ketaatan pada asas-asas yang telah ditentukan di atas perlu selalu dijaga dan disosialisasikan terus di antara para aparatur pemerintah, para pengelola keuangan negara dan pihak-pihak yang terkait

Jumat, 25 Desember 2015

TRANPARANSI3

Transparansi merupakan keadaan dimana setiap orang dapat mengetahui proses pembuatan dan pengambilan keputusan di pemerintahan umum. Menurut UU No.28 Tahun 2000 tentang penyelnggaraan pemerintah yang bersih dan bebas korupsi,kolusi,dan Nepotisme,azas keterbukaan (transparansi) dalam penyelenggaraan pemerintah daerah azas untuk memebuka diri terhadap hak masyarakat untuk memeperoleh informasi yang benar,jujur dan diskriminatif tentang penyelnggaraan pemerintahan daerah dengan tetap memeperhatikan perlindunag hak asasi pribadi,golongan dan rahasia negara.

Pengertian transparansi menurut UNDP adalah sebagai berikut :
“Tersedianya informasi secara bebas dan dapat diakses secara langsung (directly accessible) kepada pihak-pihak yang terkena dampak oleh suatu pelaksanaan keputusan,kemudian informasi disediakan dengan isi yang mudah untuk dipahami,sistem yang transparan memiliki prosedur yang jelas dalam pengambilan keputusan publik. Kemudian adanya saluran komunikasi informasi antara stakeholders dan birokrat”.

Menurut Mardiasmo (2002:30) pengertian transparansi adalah :
“Menurut Mardiasmo transparansi adalah “Keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijaksanaan kebijaksanaan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat”. 

Dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa transparansi adalah suatu keadaan atau sifat yang mudah dilihat dengan jelas. Jika dikaitkan dengan konteks penyelenggaraan urusan publik, transparasni adalah suatu kondisi dimana masyarakat mengetahui apa-apa yang terjadi dan dilakukan oleh pemerintah termasuk berbagai prosedur,serta keputusan –keputusan yang diambil oleh pemerintah dalam pelaksanaan urusan publik. Dalam hal ini peran pemerintah adalah membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memeperoleh informasi yang benar,jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelnggaran pemerintah daerah.

Menurut UNDP, Transparansi akan tercapai dengan cara membagi atau menyebarkan informasi dan bertindak dengan cara terbuka. Hal tersebut berarti memperbolehkan para stakeholders untuk memperoleh informasi. Sistem yang transparan memeiliki prosedur yang jelas dalam pengambilan kepuutusan publik dan adanya saluran komunikasi yang terbuka antara berbagai stakeholders dengan aksebilitasi yang baik terhadap sumber informasi. Transparansi dibangun berdasarkan kebebasan untuk memperoleh informasi. Proses kelembagaan, dan informasi tersedia secara langsung terutama bagui pihak-pihak yang berkepentingan.

Keterbukaan informasi publik telah di atur dalam UU No.14 Tahun 2008 adalah sebagai berikut :
“Bahwa Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat , didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai.”

Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi,kemudian hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan Informasi Publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. keterbukaan Informasi Publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Bahwa pengelolaan Informasi Publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi.

Transparansi dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Secara konseptual, transparansi dalam penyelenggaraan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti oleh semua penerima kebutuhan pelayanan.

Dalam konteks transparansi pelaksana pelayanan publik, pelaksana harus terbuka pada setiap tindakannya dan siap menerima kritikan maupun masukan, terutama yang dapat dari masyarakat adalah merupakan kebutuhan utama agar aparatur memahami aspirasi riil masyarakat. Keterbukaan sangat diperlukan untuk  mengurangi peluang timbulnya perilaku aparatur yang dapat merugikan negara dan masyarakat.

Menurut Kep. Menpan No. KEP/26/M.PAN/2/2004 Transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan publik utamanya meliputi :
1. Manajemen dan pelaksanaan pelayanan publik harus diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat. 
2. Prosedur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu pelayanan.
3. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat. Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam menentukan persyaratan, baik teknis maupun administratif harus seminimal mungkin dan dikaji terlebih dahulu agar benar-benar sesuai/relevan dengan jenis pelayanan yang akan diberikan. Harus dihilangkan segala persyaratan yang bersifat duplikasi dari instansi yang terkait dengan proses pelayanan. Persyaratan tersebut harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan

4. Kepastian rincian biaya pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat. Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kepastian dan rincian biaya pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan. Transparansi mengenai biaya dilakukan dengan mengurangi semaksimal mungkin pertemuan secara personal antara pemohon/penerima pelayanan dengan pemberi pelayanan. Unit pemberi pelayanan seyogyanya tidak menerima pembayaran secara langsung dari penerima pelayanan. Pembayaran hendaknya diterima oleh unit yang bertugas mengelola keuangan/Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah/unit pelayanan. Di samping itu, setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan tanda bukti resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan.

5. Kepastian dan kurun waktu penyelesaian pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat. Waktu penyelesaian pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian suatu pelayanan publik mulai dari dilengkapinya/dipenuhinya persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sampai dengan selesainya suatu proses pelayanan. Unit pelayanan instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan harus berdasarkan nomor urut permintaan pelayanan, yaitu yang pertama kali  mengajukan pelayanan harus lebih dahulu dilayani/diselesaikan apabila persyaratan lengkap (melaksanakan azas First In First Out/FIFO). Kepastian dan kurun waktu penyelesaian pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di depan loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan
6. Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan harus ditetapkan secara formal berdasarkan SK.
7. Lokasi pelayanan harus jelas.
Tempat dan lokasi pelayanan diusahakan harus tetap dan tidak berpindahpindah, mudah dijangkau oleh pemohon pelayanan, dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai termasuk penyediaan sarana telekomunikasi dan informatika (telematika). Untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh pelayanan, dapat membentuk Unit Pelayanan Terpadu atau pos-pos pelayanan di Kantor Kelurahan/Desa/Kecamatan serta di tempat-tempat strategis lainnya.
8. Janji pelayanan harus tertulis secara jelas.
Akta atau janji pelayanan merupakan komitmen tertulis unit kerja pelayanan instansi pemerintah dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Janji pelayanan ditulis secara jelas, singkat dan mudah dimengerti, menyangkut hanya hal-hal yang esensial dan informasi yang akurat, termasuk di dalamnya mengenai standar kualitas pelayanan. Dapat pula dibuat “Motto Pelayanan”, dengan penyusunan kata-kata yang dapat memberikan semangat, baik kepada pemberi maupun penerima pelayanan. Akta/janji, motto pelayanan tersebut harus diinformasikan dan ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
9. Standar pelayanan publik harus realistis dan dipublikasikan pada masyarakat. Setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun Standar Pelayanan masing-masing sesuai dengan tugas dan kewenangannya, dan dipublikasikan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran kualitas kinerja yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Standar pelayanan yang ditetapkan hendaknya realistis, karena merupakan jaminan bahwa janji/komitmen yang dibuat dapat dipenuhi, jelas dan mudah dimengerti oleh para pemberi dan penerima pelayanan.
10. Informasi pelayanan dipublikasikan dan disosialisasikan pada masyarakat melalui media. Untuk memenuhi kebutuhan informasi pelayanan kepada masyarakat, setiap unit pelayanan instansi pemerintah, wajib mempublikasikan mengenai prosedur, persyaratan, biaya, waktu, standar, akta/janji, motto pelayanan, lokasi serta pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab sebagaimana telah diuraikan di atas. Publikasi dan atau
sosialisasi tersebut di atas melalui antara lain, media cetak (brosur, leaflet, booklet), media elektronik (Website, Home-Page, Situs Internet, Radio, TV), media gambar dan atau penyuluhan secara langsung kepada masyarakat.

Karakteristik Transparansi
Menurut Mardiasmo (2002:19) karakteristik Transparansi yang harus dipenuhi meliputi sebagai berikut :
1. Informativeness (informatif)
Pemberian arus informasi, berita, penjelasan mekanisme, prosedur, data, fakta kepada stakeholders yang membutuhkan informasi secara jelas dan akurat.
2. Openess (keterbukaan).
Keterbukaan Informasi Publik memberi hak kepada setiap orang untuk memperoleh informasi dengan mengakses data yang ada di badan publik, dan menegaskan bahwa setiap informasi publik itu harus bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik, selain dari informasi yang dikecualikan yang diatur oleh Undang-Undang.
3. Disclosure (pengungkapan)
Pengungkapan kepada masyarakat atau publik (stakeholders) atas aktivitas dan kinerja finansial


AKUNTABILITAS PELAYANAN1

Akuntabilitas Pelayanan Publik

Dalam KepMenPAN No.26/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik dikatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ada 3 hal yang menjadi dimensi akuntabilitas, antara lain akuntabilitas politik yang biasanya dihubungkan dengan proses dan mandat pemilu, akuntabilitas finansial yang fokus utamanya adalah pelaporan yang akurat dan tepat waktu tentang penggunaan dana publik, dan akuntabilitas administratif yang pada umumnya berkaitan dengan pelayanan publik dalam kerangka kerja otoritas dan sumber daya yang tersedia.

Akuntabilitas kinerja pelayanan publik

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor.KEP/26/M.PAN/2/2004, 24 Februari 2004 Akuntabilitas kinerja pelayanan publik adalah sbb :
a. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan proses yang antara lain meliputi tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan (termasuk kejelasan kebijakan atau peraturan perundang-undangan) dan kedisiplinan. 
b. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus sesuai dengan standar atau akta/janji pelayanan publik yang telah ditetapkan
c. Standar pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka, baik kepada publik maupun kepada atasan atau pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah. Apabila terjadi penyimpangan dalam hal pencapaian standar, harus dilakukan upaya perbaikan.
d. Penyimpangan yang terkait dengan akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus diberikan kompensasi kepada penerima pelayanan.
e. Masyarakat dapat melakukan penelitian terhadap kinerja pelayanan secara berkala sesuai mekanisme yang berlaku.
f. Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian dalam pelayanan publik, atau jika pengaduan masyarakat tidak mendapat tanggapan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Akuntabilitas Biaya Pelayanan Publik

Berdasarkan Kepurusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor.KEP/26/M.PAN/2/2004, 24 Februari 2004 Akuntabilitas biaya pelayanan publik
adalah sbb :
a. Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang telah ditetapkan.
b. Pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya pelayanan publik, harus ditangani oleh Petugas/Pejabat yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan/Surat Penugasan dari Pejabat yang berwenang

Akuntabilitas Produk Pelayanan Publik
Berdasarkan Kepurusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor.KEP/26/M.PAN/2/2004, 24 Februari 2004 Akuntabilitas produk pelayanan
publik adalah sbb :
a. Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat dipertanggung jawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk pelayanan.
b. Prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
c. Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat, dan sah.

Manajemen bertanggung jawab kepada masyarakat karena dana yang digunakan dalam penyediaan layanan berasal dari masyarakat baik secara langsung (diperoleh dengan mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri), maupun tidak langsung (melalui mekanisme perimbangan keuangan). Pola pertanggungjawaban pemerintah daerah sekarang ini lebih bersifat horisontal di mana pemerintah daerah bertanggung jawab baik terhadap DPRD maupun pada masyarakat luas (dual horizontal accountability). Namun demikian, pada kenyataannya sebagian besar pemerintah daerah lebih menitikberatkan pertanggungjawabannya kepada DPRD daripada masyarakat luas (Mardiasmo, 2003) Berbagai dimensi dan elemen utama dari akuntabilitas ini akan sangat membantu penerapan akuntabilitas dalam menyelenggarakan pelayanan publik.

Fungsi dan Jenis Akuntabilitas
1. Fungsi Akuntabilitas yaitu :
a) Menyajikan informasi mengenai keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan yang diambil selama beroperasinya suatu entitas (satuan usaha tersebut)
b) Memungkinkan pihak luar (misalnya legislatif,auditor,dan masyarakat luas) untuk mereview informasi tersebut.
c) Mengambil tindakan korektif jika di butuhkan
2. Jenis-jenis Akuntabilitas yaitu :
Menurut Mardiasmo (2002:21) Akuntabilitas terdiri dari dua macam yaitu :
a) Akuntabilitas vertikal (vertical accountability )
b) Akuntabilitas Horizontal (Horizontal accountability )
Sedangkan menurut Rosjidi (2001:145) menyebutkan kedua akuntabilitas tersebut
sebagai :
a) Akuntabilitas internal (internal accountability)
b) Akuntabilitas eksternal (external accountability)

Adapun penjelasan dari jenis-jenis akuntabilitas adalah sbb :
1. Akuntabilitas vertikal (internal)
Setiap pejabat atau petugas publik baik individub maupun kelompok secara hierarki berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada atasan langsungnya mengenai perkembangan kinerja atau hasil pelaksanaan kegiatan secara periodik maupun sewaktu-waktu bila diperlukan.
2. Akuntabilitas Horizontal (eksternal)
Akuntabilitas horizontal (eksternal )melekat pada setiap lembaga negara sebagai suatu organisasi untuk mempertanggungjawabkan semua amanat yang telah diterima dan dilaksanakan ataupun perkembangannya untuk dikomunikasikan kepada pihak ekternal (masyarakat luas) dan lingkungannya (public or external accountability and environment)

Tipe-Tipe Akuntabilitas Publik
1. Akuntabilitas Keuangan
Keuangan harus dikelola secara tertib ,taat pada peraturan ,efektif ,efisien, ekonomis ,transparan, tanggungjawab dengan memperhatikan asas kedailan dan kepatuhan dan manfaat untuk masyarakat.
2. Akuntabilitas Administratif
Yaitu prinsip yang menjamin bahwa setiap kagiatan penyelnggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak –pihak yang terkena damapak penerapan kebijakan,pengambilan keputusan didalam organisasi-organisasi publik melibatkan banyak pihak . Oleh sebab itu wajar apabila rumusan kebijakan merupakan hasil kesepakatan antara warga pemilih (contituency) para pemimpin, serta para pelaksana dilapangan sedangkan dalam bidang politik, yang juga berhubungan dengan masyarakat secara umum, akuntabilitas di definisikan sebagai mekanisme penggantian pejabat atau penguasa, tidak ada usaha untuk membnagun momoloyalitas secara sistematis , serta ada definisi dan penanganan yang jelas terhadap pelanggaran kekuasaan di bawah rule of law sedangkan public accountability di definisikan sebagai adanya pembatasan tugas yag jelas dan efisien.
3. Akuntabilitas kebijakan publik
A. Pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara teoritis
dan tersedia bagi setiap warga yang membutuhkan.
1. Pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang berlaku artinya sesuai dengan prinsip-pronsip administrasi yang benar.
2. Adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil dan sudah sesuai dengan visi dan misi organisasi serta standar yang berlaku.
3. Adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi dengan konsekuensi mekanisme pertanggungjawaban jika standar tersebut tidak terpenuhi.
4. Konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah ditetapkan maupun prioritas dalam pencapaian terget tersebut.
B. Pada tahap sosialisasi kebijakan ,beberapa indikator untuk menjamin akuntabilitas publik adalah :
1. Penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui media masa , media komunikasi personal.
2. Kelengkapan informasi yang berhubungan dengan cara-cara mencapain Sasaran suatu program.
3. Akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat
4. Ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang telah dicapai oleh pemerintah.

Dimensi Akuntabilitas
Menurut Mardiasmo (2002:21) Terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik menyatakan bahwa sbb :
a) Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality)
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik sesuai dengan anggaran yang telah disetujui dan sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku. 
b) Akuntabilitas Proses (Process accountability)
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi,sistem informasi manajemen dan prosedur administrasi. Akuntabilitas proses termanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat responsif, dan murah biaya. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan akuntabilitas proses dapat dilakukan, misalnya dengan memeriksa ada tidaknya mark up dan pungutan-pungutan lain di luar yang ditetapkan ,serta sumber-sumber inefisiensi dan pemborosan yang menyebabkan mahalnya biaya pelayanan publik dan kelambanan dalam pelayanan. Pengawasan dan pemeriksaan akuntabilitas proses juga terkait dengan pemeriksaan terhadap proses tender untuk melaksanakan proyek-proyek publik. Yang harus dicermati dalam pemberian kontrak tender adalah apakah proses tender telah dilakukan secra fair melalui compulsory competitive tendering (CCT) ataukah dilakukan melalui pola korupsi dan Nepotisme (KKN). Process accountability dalam hal ini digunakan proses, prosedur, atau ukuranukuran dalam melaksanakan kegiatan yang ditentukan (planning, allocating and managing).
c) Akuntabilitas program (Program accountability)
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal. Program accountability Di sini akan disoroti penetapan dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan tersebut (outcomes and effectiveness).
d) Akuntabilitas kebijakan (Policy accountability)
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah,baik pusat maupun daerah,atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas. Akuntansi sektor publik tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh kecenderungan menguatnya tuntutan akuntabilitas sektor publik tersebut. Akuntansi sektor publik dituntut dapat menjadi alat perencanaan dan pengendalian organisasi sektor publik secara efektif dan efisien, serta memfasilitasi terciptanya akuntabilitas publik. Dalam tahap ini dilakukan pemilihan berbagai kebijakan yang akan diterapkan atau tidak (value).